PONDASI PSIKOLOGIS KURIKULUM
Ornstein
& Hunkins Chapter 4
Psikologi berkenaan bagaimana orang belajar dan memberikan dasar untuk memahami
proses belajar-mengajar. Pertanyaan lain yang menarik ahli psikologi dan ahli
kurikulum adalah: Bagaimana seharusnya kurikulum disusun untuk meningkatkan
belajar?
Bagi John Dewey, psikologi merupakan dasar untuk memahami bagaimana individu
pembelajar berinteraksi dengan objek dan orang dalam lingkungannya. Proses
tersebut berlangsung selama hidup, dan kualitas interaksi menentukan banyak dan
jenis belajar. Ralph Tyler menganggap psikologi sebagai saringan untuk membantu
menentukan apa saja tujuan kita dan bagaimana belajar kita terjadi. Yang
lebih baru, Jerome Bruner menghubungkan moda-moda berpikir yang mendasari
metode yang digunakan dalam berbagai bidang ilmu yang terdiri dari
disiplin-disiplin ilmu khusus. Tujuan memanfaatkan metode ini ialah untuk
memformulasi konsep, prinsip, dan generalisasi yang membentuk struktur disiplin
ilmu. Singkatnya, psikologi adalah unsur yang menyatukan proses belajar; ia
membentuk dasar untuk metode, materi, dan aktivitas belajar, dan ia juga
berfungsi sebagai daya pendorong untuk membuat keputusan kurikulum (Ornstein
& Hunkins, 1988).
Menurut sejarah, teori belajar yang utama diklasifikasikan atas dua kelompok:
(1) teori-teori asosiasi atau behavioris dan (2) teori medan kognitif.
Behaviorisme
Para behavioris, yang mewakili psikologi tradisional, berakar pada spekulasi
filosofis tentang hakikat belajar – ide-ide Aristoteles, Descartes, Locke, dan
Rousseau. Mereka menekankan pengkondisian prilaku dan pengubahan lingkungan
untuk memancing respon yang diharapkan dari pembelajar. Teori ini mendominasi
psikologi abad ke dua puluh, khususnya selama paruh pertama abad; ia telah
berubah menjadi aliran utama untuk menjelaskan proses belajar.